PANGANDARAN-Mesjid jami' Al-Furqon yang terletak di jalan Siliwangi Rt 01/03, Karangsari Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran, dapat dikatakan mesjid simbol kemajemukkan. Pasalnya, mesjid yang dibangun 1990 an berukuran 15 x 30 m ini dikelilingi kontrakan kamar yang dihuni dari berbagai profesi dan kalangan serta berada di tengah-tengah pemukiman warga ini selalu dikunjungi jama'ah dari beragam latar belakang.
Mesjid dengan gaya bangunannya masih klasik ini berdiri di atas tanah wakaf Muhammadiyah Pangandaran, tetapi bangunannya sendiri murni hasil swadaya masyarakat sekitar, ini selain sejuk dingin juga jauh dari suara bising kendaraan walau hanya berjarak dua ratus meter dari jalan utama, sehingga wajar jika mesjid Al-Furqon juga seringkali digunakan peristirahatan para pedagang.
Jama'ah bukan saja penduduk asli saja, tapi para pendatang pun selalu menyempatkan untuk ikut shalat berjamaah disini, sehingga suasana mesjid pun semakin ramai dan makmur.
Al-Furqon para jamaah tidak akan melihat plang ormas tertentu selain plang nama masjid saja. Hal ini, menurut ketua DKM, H. Aripin, agar masyarakat yang berjamaah tidak merasa tersekat.
“Mesjid ini dibangun oleh kaum muslimin dengan berbagai latar yang berbeda, tetapi secara admistratif perwakafan merujuk ke Muhammadiyah dan sampai sekarang tetap dikelola oleh masyarakat sekitar yang kepengurusannya terdiri dari berbagai latar yang berbeda pula. “ungkap Aripin.(6/4)
Mesjid ini dapat menampung lima ratus jemaah hampir setiap hari tidak pernah sepi dari berbagai kegiatan keagamaan. Hampir tiga hingga lima kegiatan pengajian digelar dalam sepekan, dari mulai pengajian umum, khusus ibu-ibu hingga khusus para pemuda, belum lagi setiap selesai maghrib anak anak remaja ikut memakmurkan mesjid.
“Sejatinya setiap mesjid dapat hidup dengan berbagai kegiatan keagamaan karena secara tidak langsung membantu membangun sumber daya manusia dari sektor mental dan moral, terlebih lagi mesjid yang menjunjung tinggi nilai nilai-nilai keagamaan itu sendiri juga kemajemukkan sehingga bisa tercipta iklim yang kondusif. “imbuh Aripin.
Hal senada juga diutarakan imam mesjid, ustadz H. Firdaus, mesjid Al-Furqon mesjid yang multi suku namun saat berada pada shaf barisan shalat, semua sederajat, tidak ada lagi ada perbedaan dia pengusaha, pejabat, pegawai bank, anggota TNI /polri, pedagang, penarik becak dan sebagainya.
“Kami berharap mesjid ini selain makmur dengan beragam kegiatan positif juga menjadi cermin bagi saudara yang lain bahwa pasilitas ibadah jika difungsikan sebagaimana mestinya, Insya Allah akan menumbuhkan kebersamaan, persaudaraan dan juga pertahanan. “jelasnya.
disoal hiruk pikuk saat ini masuk dalam agenda tahun politik, Firdaus, menuturkan, sejatinya mesjid harus fokus sebagai tempat ibadah, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan untuk kepentingan sesaat.
“Bukan berarti anti politik, tetapi jika digunakan untuk kepentingan politik praktis akan banyak bersinggungan, karena para jemaah mungkin saja berbeda pilihan politiknya. “tegasnya.
(HARIS F)
Mesjid dengan gaya bangunannya masih klasik ini berdiri di atas tanah wakaf Muhammadiyah Pangandaran, tetapi bangunannya sendiri murni hasil swadaya masyarakat sekitar, ini selain sejuk dingin juga jauh dari suara bising kendaraan walau hanya berjarak dua ratus meter dari jalan utama, sehingga wajar jika mesjid Al-Furqon juga seringkali digunakan peristirahatan para pedagang.
Jama'ah bukan saja penduduk asli saja, tapi para pendatang pun selalu menyempatkan untuk ikut shalat berjamaah disini, sehingga suasana mesjid pun semakin ramai dan makmur.
Al-Furqon para jamaah tidak akan melihat plang ormas tertentu selain plang nama masjid saja. Hal ini, menurut ketua DKM, H. Aripin, agar masyarakat yang berjamaah tidak merasa tersekat.
“Mesjid ini dibangun oleh kaum muslimin dengan berbagai latar yang berbeda, tetapi secara admistratif perwakafan merujuk ke Muhammadiyah dan sampai sekarang tetap dikelola oleh masyarakat sekitar yang kepengurusannya terdiri dari berbagai latar yang berbeda pula. “ungkap Aripin.(6/4)
Mesjid ini dapat menampung lima ratus jemaah hampir setiap hari tidak pernah sepi dari berbagai kegiatan keagamaan. Hampir tiga hingga lima kegiatan pengajian digelar dalam sepekan, dari mulai pengajian umum, khusus ibu-ibu hingga khusus para pemuda, belum lagi setiap selesai maghrib anak anak remaja ikut memakmurkan mesjid.
“Sejatinya setiap mesjid dapat hidup dengan berbagai kegiatan keagamaan karena secara tidak langsung membantu membangun sumber daya manusia dari sektor mental dan moral, terlebih lagi mesjid yang menjunjung tinggi nilai nilai-nilai keagamaan itu sendiri juga kemajemukkan sehingga bisa tercipta iklim yang kondusif. “imbuh Aripin.
Hal senada juga diutarakan imam mesjid, ustadz H. Firdaus, mesjid Al-Furqon mesjid yang multi suku namun saat berada pada shaf barisan shalat, semua sederajat, tidak ada lagi ada perbedaan dia pengusaha, pejabat, pegawai bank, anggota TNI /polri, pedagang, penarik becak dan sebagainya.
“Kami berharap mesjid ini selain makmur dengan beragam kegiatan positif juga menjadi cermin bagi saudara yang lain bahwa pasilitas ibadah jika difungsikan sebagaimana mestinya, Insya Allah akan menumbuhkan kebersamaan, persaudaraan dan juga pertahanan. “jelasnya.
disoal hiruk pikuk saat ini masuk dalam agenda tahun politik, Firdaus, menuturkan, sejatinya mesjid harus fokus sebagai tempat ibadah, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan untuk kepentingan sesaat.
“Bukan berarti anti politik, tetapi jika digunakan untuk kepentingan politik praktis akan banyak bersinggungan, karena para jemaah mungkin saja berbeda pilihan politiknya. “tegasnya.
(HARIS F)