TASIKMALAYA-Kasus Difteri yang belakangan ini muncul dan menjadi viral di berbagai media telah menjadi perhatian serius pemerintah, hingga Menteri Kesehatan pun harus mengeluarkan peraturan nomer 15011/MENKES/PER/X/2010, tentang jenis penyakit menular tertentu, dan apabila ditemukan satu kasus Difteria klinis dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Padahal sejak Tahun 1990 kasus penyakit ini di Indonesia hampir tidak ada, tapi di tahun 2009 kasus Difteri kembali menghebohkan Indonesia.
Untuk anbtisipasi memberantas penyakit menular yang disebabkan Corynebacterium Difteriae, suatu infeksi akut pada saluran pernapasan, kini di berbagi daerah di Indonesia khususnya di Kabupaten Tasikmalaya diantaranya, Kecamatan Sukaraja, Jatiwaras, dan Salopa, belum lama ini melaksanakan sosialisasi Outbreak Response Immunization (ORI) didaerahnya masing-masing.
Seperti dikatakan salah satu pemateri pada acara sosialisasi ORI di Kecamatan Sukaraja yang digelar beberapa waktu lalu yang digelar di aula Desa Janggala Kecamatan Sukaraja, Cecep Sirojul Anwar, sosialisasi ORI merupakan program pemerintah dalam upaya menanggulangi KLB untuk memutus mata rantai difteri, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya.
"Karena ini sudah emergency, mau tidak mau ORI harus dilaksanakan di setiap daerah", ujarnya. (14/3)
Saat ditemui di ruang kerjanya, Cecep juga mengatakan, adapun beberapa jenis vaksin yang diberikann, seperti, DTP HB untuk anak usia 1-< 5 tahun, DT untuk anak usia 5-<7 tahun dan jenis vaksin Td untuk usia 7-<19 tahun.
" Imunisasi ini diberikan secara intramuskuler diarea deltoid lengan kiri dengan dosis 0,5 ml," terang Cecep.
Seperti diketahui, penyakit Difteri ini lebih sering menyerang anak-anak dewasa dibawah usia 18 tahun atau remaja yang belum diimunisasi, dan penularan penyakit ini bisa perantara air ludah, batuk atau bersin dan bisa juga ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi.
Cecep menambahkan, gejala penderita Difteri dapat terlihat setelah 3-5 hari terinfeksi kuman, pasien akan demam, pusing dan terlihat pada hidung atau tenggorokan selaput tampak berwarna putih keabu-abuan dan bengkak pada leher.
“Penyebaran penyakit ini terjadi pada saat suhu udara lebih dingin dan pada saat variasi musim yang tidak jelas. “jelas Cecep.*** ( RUSDIANTO / HERMANSYAH )
Untuk anbtisipasi memberantas penyakit menular yang disebabkan Corynebacterium Difteriae, suatu infeksi akut pada saluran pernapasan, kini di berbagi daerah di Indonesia khususnya di Kabupaten Tasikmalaya diantaranya, Kecamatan Sukaraja, Jatiwaras, dan Salopa, belum lama ini melaksanakan sosialisasi Outbreak Response Immunization (ORI) didaerahnya masing-masing.
Seperti dikatakan salah satu pemateri pada acara sosialisasi ORI di Kecamatan Sukaraja yang digelar beberapa waktu lalu yang digelar di aula Desa Janggala Kecamatan Sukaraja, Cecep Sirojul Anwar, sosialisasi ORI merupakan program pemerintah dalam upaya menanggulangi KLB untuk memutus mata rantai difteri, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya.
"Karena ini sudah emergency, mau tidak mau ORI harus dilaksanakan di setiap daerah", ujarnya. (14/3)
Saat ditemui di ruang kerjanya, Cecep juga mengatakan, adapun beberapa jenis vaksin yang diberikann, seperti, DTP HB untuk anak usia 1-< 5 tahun, DT untuk anak usia 5-<7 tahun dan jenis vaksin Td untuk usia 7-<19 tahun.
" Imunisasi ini diberikan secara intramuskuler diarea deltoid lengan kiri dengan dosis 0,5 ml," terang Cecep.
Seperti diketahui, penyakit Difteri ini lebih sering menyerang anak-anak dewasa dibawah usia 18 tahun atau remaja yang belum diimunisasi, dan penularan penyakit ini bisa perantara air ludah, batuk atau bersin dan bisa juga ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi.
Cecep menambahkan, gejala penderita Difteri dapat terlihat setelah 3-5 hari terinfeksi kuman, pasien akan demam, pusing dan terlihat pada hidung atau tenggorokan selaput tampak berwarna putih keabu-abuan dan bengkak pada leher.
“Penyebaran penyakit ini terjadi pada saat suhu udara lebih dingin dan pada saat variasi musim yang tidak jelas. “jelas Cecep.*** ( RUSDIANTO / HERMANSYAH )