SIDAMULIH-Produksi petani kelapa kabupaten Pangandaran menjerit karena harga jual 600 rupiah perbutir sama sekali jauh dari kewajaran.
Seperti dituturkan Selamet, warga Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih, selaku petani kelapa, menurutnya, ia merasa terdzolimi dengan nilai jual buah kelapa tidak sesuai dengan nilai beli harga pabrikan.
Selamet mengatakan, jika dihitung per bulan per satu pohon menghasilkan rata-rata 10 butir buah kelapa, dijual Rp 600 per butir, jadi Rp 600 dikali 10 jumlah Rp 6 ribu dikalikan 100 pohon, hanya mendapat Rp 60 ribu.
Dari hasil jual sebetulnya tidak 6000 ribu per pohon, sebab per satu pohon kelapa itu ada biaya yang harus dikeluarkan, anatara lain, dua butir per pohon, upah petik panjat dan ongkos angkut. Kalkulasinya, jika per pohon Rp6 ribu dikurangi pengeluaran Rp1.200, maka tersisa RP 3.200. Dan jika mempunyai 100 pohon dengan harga Rp 3.200, maka yang buisa diterima, Rp 320 ribu.
Selamet menambahkan, apakah dengan kondisi seperti ini, dengan pendapatan petani yang hanya Rp 320 ribu per bulan bisa dikatakan kehidupan petani makmur?
“Dua tahun lalu harga kelapa dikisaran Rp 3 ribu per butir, dan jika dihitung saya bisa mendapat Rp 600 ribu per bulan. “terang Slamet.(4/9)
Untuk ukuran masarakat kecil yang hidup di kampung itu bisa dipaksakan cukup, artinya, . bisa dicukupkan untuk kebutuhan rumah tangga dan anak sekolah. Tapi jika dibanding saat sekarang dangan ditambahnya musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya panen padi, sehingga sangat berdampak sekali pada ekonomi keluarga.
Salmet menambahkan, sebagai masyarakat yang hidup dari penghasilan petani dengan kebutuhan meningkat, dan ditambah harga-harga makin naik, listrik naik, apa-apa naik, jelas ini sangat berdampak buruk pada kesejahteraannya.
“Saya berharap pemerintah segera mencari solusi, beban hidup kami tidak semakin terjepit. “ pungkas Selamet. (ANTON AS)
Seperti dituturkan Selamet, warga Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih, selaku petani kelapa, menurutnya, ia merasa terdzolimi dengan nilai jual buah kelapa tidak sesuai dengan nilai beli harga pabrikan.
Selamet mengatakan, jika dihitung per bulan per satu pohon menghasilkan rata-rata 10 butir buah kelapa, dijual Rp 600 per butir, jadi Rp 600 dikali 10 jumlah Rp 6 ribu dikalikan 100 pohon, hanya mendapat Rp 60 ribu.
Dari hasil jual sebetulnya tidak 6000 ribu per pohon, sebab per satu pohon kelapa itu ada biaya yang harus dikeluarkan, anatara lain, dua butir per pohon, upah petik panjat dan ongkos angkut. Kalkulasinya, jika per pohon Rp6 ribu dikurangi pengeluaran Rp1.200, maka tersisa RP 3.200. Dan jika mempunyai 100 pohon dengan harga Rp 3.200, maka yang buisa diterima, Rp 320 ribu.
Selamet menambahkan, apakah dengan kondisi seperti ini, dengan pendapatan petani yang hanya Rp 320 ribu per bulan bisa dikatakan kehidupan petani makmur?
“Dua tahun lalu harga kelapa dikisaran Rp 3 ribu per butir, dan jika dihitung saya bisa mendapat Rp 600 ribu per bulan. “terang Slamet.(4/9)
Untuk ukuran masarakat kecil yang hidup di kampung itu bisa dipaksakan cukup, artinya, . bisa dicukupkan untuk kebutuhan rumah tangga dan anak sekolah. Tapi jika dibanding saat sekarang dangan ditambahnya musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya panen padi, sehingga sangat berdampak sekali pada ekonomi keluarga.
Salmet menambahkan, sebagai masyarakat yang hidup dari penghasilan petani dengan kebutuhan meningkat, dan ditambah harga-harga makin naik, listrik naik, apa-apa naik, jelas ini sangat berdampak buruk pada kesejahteraannya.
“Saya berharap pemerintah segera mencari solusi, beban hidup kami tidak semakin terjepit. “ pungkas Selamet. (ANTON AS)